- Back to Home »
- Pelayanan Publik
Posted by : Unknown
Minggu, 08 Juni 2014
Pengertian Kualitas
Tjiptono (1996:51) mengemukakan bahwa secara spesifik tidak ada definisi mengenai kualitas layanan yang diterima, namun secara universal, dari definisi yang ada terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap berkualitas menjadi kurang berkualitas pada masa mendatang).
Pengertian Layanan Publik
Sesungguhnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (publik service). Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik itu merupakan layanan civil maupun layanan publik. Artinya kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak. Ia melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), dan dilakukan secara universal.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Moenir (1998:41) bahwa “hak atas pelayanan itu sifatnya sudah universal, berlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu, dan oleh organisasi apa pun juga yang tugasnya menyelenggarakan pelayanan.” Tugas pemerintah adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat, menurut Thoha (1995:4) bahwa :Tugas pelayan lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, memperisngkat waktu proses pelaksanaan urusan publik. Sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kepada kekuasan atau power yang melekat pada posisi jabatan birokrasi
Tjiptono (1996:51) mengemukakan bahwa secara spesifik tidak ada definisi mengenai kualitas layanan yang diterima, namun secara universal, dari definisi yang ada terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap berkualitas menjadi kurang berkualitas pada masa mendatang).
Pengertian Layanan Publik
Sesungguhnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (publik service). Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik itu merupakan layanan civil maupun layanan publik. Artinya kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak. Ia melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), dan dilakukan secara universal.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Moenir (1998:41) bahwa “hak atas pelayanan itu sifatnya sudah universal, berlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu, dan oleh organisasi apa pun juga yang tugasnya menyelenggarakan pelayanan.” Tugas pemerintah adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat, menurut Thoha (1995:4) bahwa :Tugas pelayan lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, memperisngkat waktu proses pelaksanaan urusan publik. Sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kepada kekuasan atau power yang melekat pada posisi jabatan birokrasi
Beberapa pakar dan teoritisi administrasi berpendapat bahwa peranan pemerintah harus terfokuskan pada upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat selain pemberdayaan dan pembangunan. Tugas pokok pemerintahan modern menurut Rasyid (1997, 11) pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat, dengan kata lain, ia tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi tercapainya tujuan bersama.
Seiring dengan
dinamika dan kompleksnya tuntutan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah tidak
lagi dapat mengklaim dirinya sebagai satu-satunya sumber kekuasaan yang absah.
Paradigma pemerintah sebagai a governing process ditandai oleh
praktek pemerintahan yang berdasarkan pada konsensus-konsensus etis antara
pemimpin dengan masyarakat. Pemerintahan dijalankan berdasarkan
kesepakatan-kesepakatan yang terbentuk melalui diskusi dan diskursus yang
berlangsung dalam ruang publik. Kedaulatan rakyat sebagai sebuah konsep dasar
tentang kekuasaan telah menemukan bentuknya disini (ibid, 20). Dalam konteks
ini, penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publiktidak semata-mata
didasarkan pada pemerintah, tetapi dituntut adanya keterlibatan seluruh elemen,
baik intern birokrasi, maupun masyarakat dan pihak swasta. Pemikiran tersebut
hanya akan terwujud manakala pemerintah didekatkan dengan yang diperintah, atau
dengan kata lain terjadi desentralisasi dan otonomi daerah.
Dampak reformasi
yang terjadi di Indonesia, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan,
adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak
monolitik sentralistik di pemerintah pusat ke arah sistem pemerintahan yang
desentralistik (lokal democrasi) di pemerintah daerah (Utomo, 2002).
Pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam wujud “Otonomi
Daerah” yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran
serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan
keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah.
Otonomi Daerah sebagai wujud
pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
digulirkan oleh Pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada
hakekatnya merupakan penerapan konsep teori areal division of power yang membagi
kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan akan terbagi
antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang
secara legal konstitusional tetap dalam kerangka negara kesatuan republik
Indonesia. Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma
pembangunan yang dewasa ini diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya,
berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian
dari dinamika yang harus direspons dalam kerangka proses demokratisasi,
pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal.
tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem
ketertiban didalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar.
pemerintahan modern pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.
pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan
bersama.
dalam ilmu pemerintahan, ndraha (2000:7) mengemukakan bahwa: sebagai unit kerja publik, pemerintah bekerja guna memenuhi (memproduksi, mentransfer, mendistribusikan) dan melindungi kebutuhan, kepentingan dan tuntutan pihak yang diperintah sebagai konsumer dan sovereign, akan jasa-publik dan layanan civil, dalam hubungan pemerintahan.
dengan demikian, masyarakat sebagai konsumer produk-produk pemerintahan berhadapan dengan pemerintah sebagai produser dan distributor dalam posisi sejajar, yang satu tidak berada dibawah yang lain. oleh karena itu posisi yang diperintah sebagai konsumer erat sekali berkaitan dengan posisi sovereign. melalui posisi sebagai sovereign, masyarakat memesan, mengamanatkan, menuntut dan mengontrol pemerintah, sehingga jasa publik dan layanan civil bisa dirasakan oleh setiap orang pada saat dibutuhkan dalam jumlah dan mutu yang memadai.
lebih lanjut ndraha (1999:58) mengemukakan bahwa : public dalam public policy yang menjadi dasar bagi pelayanan-publik adalah hal yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. berbeda dengan jasa-pasar yang dapat dijual-belikan menurut mekanisme pasar (misalnya jasa bank, jasa swasta, jasa dokter), jasa publik (produk yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, dari masyarakat lapisan bawah, seperti air minum, jalan raya, listrik, telkom, proses produksinya disebut pelayanan-publik) diproduksi dan dijual-belikan dibawah kontrol pemerintah.
untuk mengetahui ukuran yang dipertimbangkan publik dalam menilai kualitas pelayanan, rene t. domingo dalam triguno (1999:77) mengemukakan bahwa “ dimensi kualitas pelayanan dapat dikur melalui waktu, ketepatan, kehormatan, kepekaan, kelengkapan, kesiapan, kenyamanan dan lingkungan ”.
sedangkan gaspersz dalam lukman (1998:8) mengemukakan dimensi kualitas pelayanan meliputi :
1. ketepatan waktu pelayanan
2. akurasi pelayanan
3. kesopanan, keramahan dalam memberikan pelayanan
4. tanggung jawab
5. kelengkapan
6. kemudahan mendapatkan pelayanan
7. variasi model pelayanan
8. pelayanan pribadi
9. kenyamanan dalam memperoleh pelayanan dan
10. atribut pendukung pelayanan lainnya.
bahwa terdapat perbedaan antara pelayanan dengan layanan, sebagaimana dijelaskan ndraha (1998:6) “ pelayanan (proses) meliputi input, proses, output dan outcome sedangkan layanan (output) hanya mencakup output dan outcome saja”. berdasarkan pemahaman tersebut, maka dalam penelitian ini yang menjadi fokus kajian adalah outputnya saja (layanan).
pelayanan kepada masyarakat merupakan suatu bentuk interaksi atau hubungan antara penyedia layanan dan penerima layanan. dengan kata lain dalam hubungan pemerintahan terkandung makna adanya organisasi yang memerintah dan masyarakat yang diperintah.
birokrasi merupakan organisasi atau unit kerja publik yang berfungsi sebagai provider layanan. konsep birokrasi yang banyak diterima sampai sekarang adalah teori yang dikembangkan oleh max weber yang mendefinisikan karakteristik suatu organisasi yang memaksimumkan stabilitas dan untuk mengendalikan anggota organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama.
sebagaimana dikemukan gibson, et, al, (1989:391) bahwa : birokrasi (berdasarkan konsep weber) lebih unggul dari setiap bentuk apapun juga dalam hal ketepatan stabilitas, disiplin dan kepercayaan. sehingga birokrasi memungkinkan untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas.
tipe ideal birokrasi yang digambarkan weber tersebut dirangkum oleh martin albrow dalam warwick (1975:4) pada empat ciri utama, yaitu :
1#
adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi (a hierarchical structure involving delegation of authority from the top to the bottom of an organization)
2#
adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang tegas (a series of official positions or offices, each having prescribed duties and responsibilities)
3#
adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi dan standar-standar formal yang mengatur tata kerja organisasi dan tingkah laku para anggotanya (formal rules, regulations and standards governing operations of the organization and behavior of its members)
4#
adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karir, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan (technically qualified personel employed an a career basis, with promotion based on qualifications and performance)
pemahaman yang sama dikemukakan oleh moorhead dan griffin (1992:585) bahwa : birokrasi adalah struktur organisasi yang diperkenalkan oleh weber dengan karakteristik adanya hirarki wewenang, sistem prosedur, peraturan, dan pembagian kerja. konsep birokrasi yang dikemukakan weber pada dasarnya mencakup logika, rasionalitas, dan efisiensi, karena merupakan suatu pendekatan yang paling efisien.
sedang benveniste (1987:6) mendefinisikan : birokrasi sebagai suatu organisasi besar dimana peraturan-peraturan dan rutinitas digunakan secara berlebihan, disamping juga terlalu tingginya tingkat hirarki, sehingga karyawan diarahkan menangani pekerjaan yang terspesialisasi dan dilakukan berulang-ulang, disamping juga organisasi dibagi ke dalam unit-unit kecil sehingga struktur organisasi menjadi kompleks dengan pembuatan keputusan yang berkepanjangan.
selanjutnya thoha (1995:181) menjelaskan bahwa “ kualitas layanan sangat tergantung pada bagaimana pelayanan itu diberikan oleh anggota dan sistem yang dipakai dalam organisasi”. artinya aktivitas organisasi adalah aktivitas orang-orang, sedangkan orang atau manusia adalah unsur utama dalam setiap organisasi. sebagaimana dikemukakan winardi (1989:1) bahwa : organisasi-organisasi di bentuk oleh manusia untuk mencapai tujuan atau sasaran-sasaran tertentu, dan oleh karena komponen pokok organisasi adalah manusia maka sebenarnya perilaku organisasi tidak lain dari perilaku manusia di dalam organisasi yang bersangkutan.
berkenaan dengan konsep perilaku tersebut ndraha (1999:65) menjelaskan bahwa perilaku adalah : operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi atau organisasi), sementara sikap adalah operasionalisasi dan aktualisasi pendirian.
hal yang sama dikemukakan pula oleh paramita (1985:10) dalam penelitiannya mengenai struktur organisasi di indonesia, bahwa : posisi semua dimensi struktur organisasi tertentu akan berbentuk gambaran strukturnya, sehingga mungkin untuk memberi ciri pada organisasi berdasarkan gambaran strukturnya dan aktivitas anggotanya.
untuk itu terdapat beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat perilaku birokrasi suatu organisasi, sebagaimana gibson, et, al, (1989:340) mengemukakan bahwa : walaupun sulit untuk mendapatkan pemahaman yang universal tentang dimensi struktural organisasi, namun ada beberapa dimensi yang selalu mencul dari beberapa pengertian birokrasi suatu organisasi, yaitu formalisasi, sentralisasi dan kompleksitas.
menurut ndraha (1989:63) “laku yang rasional disebut aktivitas, dan aktivitas mempengaruhi, baik produktivitas maupun kualitas hidup manusia yang bersangkutan”. oleh karena satuan perilaku yang utama adalah aktivitas, maka perilaku birokrasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap aparatus yang tampak dalam aktivitas pekerjaannya.
dalam ilmu pemerintahan, ndraha (2000:7) mengemukakan bahwa: sebagai unit kerja publik, pemerintah bekerja guna memenuhi (memproduksi, mentransfer, mendistribusikan) dan melindungi kebutuhan, kepentingan dan tuntutan pihak yang diperintah sebagai konsumer dan sovereign, akan jasa-publik dan layanan civil, dalam hubungan pemerintahan.
dengan demikian, masyarakat sebagai konsumer produk-produk pemerintahan berhadapan dengan pemerintah sebagai produser dan distributor dalam posisi sejajar, yang satu tidak berada dibawah yang lain. oleh karena itu posisi yang diperintah sebagai konsumer erat sekali berkaitan dengan posisi sovereign. melalui posisi sebagai sovereign, masyarakat memesan, mengamanatkan, menuntut dan mengontrol pemerintah, sehingga jasa publik dan layanan civil bisa dirasakan oleh setiap orang pada saat dibutuhkan dalam jumlah dan mutu yang memadai.
lebih lanjut ndraha (1999:58) mengemukakan bahwa : public dalam public policy yang menjadi dasar bagi pelayanan-publik adalah hal yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. berbeda dengan jasa-pasar yang dapat dijual-belikan menurut mekanisme pasar (misalnya jasa bank, jasa swasta, jasa dokter), jasa publik (produk yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, dari masyarakat lapisan bawah, seperti air minum, jalan raya, listrik, telkom, proses produksinya disebut pelayanan-publik) diproduksi dan dijual-belikan dibawah kontrol pemerintah.
untuk mengetahui ukuran yang dipertimbangkan publik dalam menilai kualitas pelayanan, rene t. domingo dalam triguno (1999:77) mengemukakan bahwa “ dimensi kualitas pelayanan dapat dikur melalui waktu, ketepatan, kehormatan, kepekaan, kelengkapan, kesiapan, kenyamanan dan lingkungan ”.
sedangkan gaspersz dalam lukman (1998:8) mengemukakan dimensi kualitas pelayanan meliputi :
1. ketepatan waktu pelayanan
2. akurasi pelayanan
3. kesopanan, keramahan dalam memberikan pelayanan
4. tanggung jawab
5. kelengkapan
6. kemudahan mendapatkan pelayanan
7. variasi model pelayanan
8. pelayanan pribadi
9. kenyamanan dalam memperoleh pelayanan dan
10. atribut pendukung pelayanan lainnya.
bahwa terdapat perbedaan antara pelayanan dengan layanan, sebagaimana dijelaskan ndraha (1998:6) “ pelayanan (proses) meliputi input, proses, output dan outcome sedangkan layanan (output) hanya mencakup output dan outcome saja”. berdasarkan pemahaman tersebut, maka dalam penelitian ini yang menjadi fokus kajian adalah outputnya saja (layanan).
pelayanan kepada masyarakat merupakan suatu bentuk interaksi atau hubungan antara penyedia layanan dan penerima layanan. dengan kata lain dalam hubungan pemerintahan terkandung makna adanya organisasi yang memerintah dan masyarakat yang diperintah.
birokrasi merupakan organisasi atau unit kerja publik yang berfungsi sebagai provider layanan. konsep birokrasi yang banyak diterima sampai sekarang adalah teori yang dikembangkan oleh max weber yang mendefinisikan karakteristik suatu organisasi yang memaksimumkan stabilitas dan untuk mengendalikan anggota organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama.
sebagaimana dikemukan gibson, et, al, (1989:391) bahwa : birokrasi (berdasarkan konsep weber) lebih unggul dari setiap bentuk apapun juga dalam hal ketepatan stabilitas, disiplin dan kepercayaan. sehingga birokrasi memungkinkan untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas.
tipe ideal birokrasi yang digambarkan weber tersebut dirangkum oleh martin albrow dalam warwick (1975:4) pada empat ciri utama, yaitu :
1#
adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi (a hierarchical structure involving delegation of authority from the top to the bottom of an organization)
2#
adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang tegas (a series of official positions or offices, each having prescribed duties and responsibilities)
3#
adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi dan standar-standar formal yang mengatur tata kerja organisasi dan tingkah laku para anggotanya (formal rules, regulations and standards governing operations of the organization and behavior of its members)
4#
adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karir, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan (technically qualified personel employed an a career basis, with promotion based on qualifications and performance)
pemahaman yang sama dikemukakan oleh moorhead dan griffin (1992:585) bahwa : birokrasi adalah struktur organisasi yang diperkenalkan oleh weber dengan karakteristik adanya hirarki wewenang, sistem prosedur, peraturan, dan pembagian kerja. konsep birokrasi yang dikemukakan weber pada dasarnya mencakup logika, rasionalitas, dan efisiensi, karena merupakan suatu pendekatan yang paling efisien.
sedang benveniste (1987:6) mendefinisikan : birokrasi sebagai suatu organisasi besar dimana peraturan-peraturan dan rutinitas digunakan secara berlebihan, disamping juga terlalu tingginya tingkat hirarki, sehingga karyawan diarahkan menangani pekerjaan yang terspesialisasi dan dilakukan berulang-ulang, disamping juga organisasi dibagi ke dalam unit-unit kecil sehingga struktur organisasi menjadi kompleks dengan pembuatan keputusan yang berkepanjangan.
selanjutnya thoha (1995:181) menjelaskan bahwa “ kualitas layanan sangat tergantung pada bagaimana pelayanan itu diberikan oleh anggota dan sistem yang dipakai dalam organisasi”. artinya aktivitas organisasi adalah aktivitas orang-orang, sedangkan orang atau manusia adalah unsur utama dalam setiap organisasi. sebagaimana dikemukakan winardi (1989:1) bahwa : organisasi-organisasi di bentuk oleh manusia untuk mencapai tujuan atau sasaran-sasaran tertentu, dan oleh karena komponen pokok organisasi adalah manusia maka sebenarnya perilaku organisasi tidak lain dari perilaku manusia di dalam organisasi yang bersangkutan.
berkenaan dengan konsep perilaku tersebut ndraha (1999:65) menjelaskan bahwa perilaku adalah : operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi atau organisasi), sementara sikap adalah operasionalisasi dan aktualisasi pendirian.
hal yang sama dikemukakan pula oleh paramita (1985:10) dalam penelitiannya mengenai struktur organisasi di indonesia, bahwa : posisi semua dimensi struktur organisasi tertentu akan berbentuk gambaran strukturnya, sehingga mungkin untuk memberi ciri pada organisasi berdasarkan gambaran strukturnya dan aktivitas anggotanya.
untuk itu terdapat beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat perilaku birokrasi suatu organisasi, sebagaimana gibson, et, al, (1989:340) mengemukakan bahwa : walaupun sulit untuk mendapatkan pemahaman yang universal tentang dimensi struktural organisasi, namun ada beberapa dimensi yang selalu mencul dari beberapa pengertian birokrasi suatu organisasi, yaitu formalisasi, sentralisasi dan kompleksitas.
menurut ndraha (1989:63) “laku yang rasional disebut aktivitas, dan aktivitas mempengaruhi, baik produktivitas maupun kualitas hidup manusia yang bersangkutan”. oleh karena satuan perilaku yang utama adalah aktivitas, maka perilaku birokrasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap aparatus yang tampak dalam aktivitas pekerjaannya.
Sumber: http://tentangpelayananpublik.blogspot.com/2012/06/tugas-pokok-pemerintahan-modern.html