Etika dalam belajar

Belajar hukumnya adalah wajib dan tidak memiliki batas, baik ruang dan waktu. Artinya, belajar dilakukan oleh siapa saja, tua ataupun muda; belajar dilaksanakan secara terus menerus tiada henti, sejak masih dalam gendongan bunda hingga sampai liang lahad (long life education); dan belajar dilakukan di manapun tanpa dibatasi oleh dinding bangunan.
Kenapa belajar dilakukan seumur hidup? Karena hakikat hidup manusia adalah belajar. Belajar adalah kunci sukses hidup manusia. Baik ketika hidup di dunia maupun kelak hidup sesudah mati (di akherat) sebagaimana sabda Nabi : “barang siapa menghendaki sukses dunia maka wajib atasnya mempunyai ilmu. Barang siapa menghendaki kesuksesan hidup di akherat maka wajib atasnya mempunyai ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki kesuksesan hidup di dunia dan akherat maka wajib atasnya mempunyai ilmu”.
Namun tahukan Anda bahwa belajar harus memperhatikan etika. Meminjam istilah dunia pesantren, belajar dengan mengedepankan etika maka akan memperoleh barokah. Maksud dari istilah tersebut adalah belajar akan menhasilkan transformasi ilmu dan peningkatan intellectual capacity, kemulyaan budi, kedalaman pemahaman agama, social quotieni, profesi yang barokah, dan social change menuju umat terbaik. Karena belajar pula, kita mampu hidup secara bermartabat dan selanjutnya membangun peradaban yang didasarkan kepada nilai-nilai ilahiyah dan kemanusiaan.
Di antara etika belajar yang harus dipahami oleh para pelajar khususnya yang muslim adalah :
1. Niat dengan ikhlas
Meneguhkan niat dengan ikhlas. Maksudnya adalah dalam belajar yang kita harapkan tidak ada lain kecuali hanya mengharap ridha Allah SWT. Tujuannya adalah agar ilmu yang diperoleh mendapatkan keberkahan serta memberikan manfaat dan bernilai guna bagi kehidupan orang banyak.
Seluruh aktifitas manusia memang harus diarahkan pada penghambaan kepada Allah. Niat denagan ikhlas adalah awal dari bentuk penghambaan tersebut.
2. Menghindari kemaksiyatan
Kemaksiyatan yang kita lakukan mengakibatkan dosa. Dan dosa tersebut mengakibatkan pada terhalangnya cahaya ilmu masuk kedalam dada setiap para pelajar. Menurut Imam Waqi’, guru dari Imam Syafi’i mengatakan bahwa ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang-orang yang berbuat maksiyat.
Oleh karena itu, agar para pelajar mendapatkan cahaya Allah mereka harus menghindari dan menjauhi kemaksiyatan kepada Allah.
3. Berprilaku yang baik
Sebagai pelajar, dalam proses menuntut ilmu jangan lupa untuk selalu berprilaku baik, bertindak berdasarkan norma Agama dan sosial, tekun, rendah hati, dan selalu mengamalkan ilmunya. Ilmu yang tidak diamalkan adalah bagaikan pohon yang tidak berbuah.
Ilmu yang diamalkan akan mendekatkan diri kita kepada Allah. Dan sebaliknya, ilmu yang hanya diingat dan dihafal dalam pikiran serta tidak diamalkan maka hanya akan semakin menjauhkan diri dari Allah.
4. Belajar dengan optimal
Belajar haruslah dilaksanakan dengan maksimal dan optimal. Kesungguhan, ketekunan, dan kesabaran dalam belajar mutlak diperlukan. Hal ini dikarenakan belajar adalah proses yang panjang dan tidak instan. Untuk mendapatkan ilmu tidk cukup hanya belajar dalam sehari, dua hari atau setahun, melainkan secara terus menerus dan kontinyu. Karena proses yang panjang inilah maka setiap pelajar dituntut untuk belajar dengan ikhlas, keras, dan cerdas.
Mengutip fatwa imam Syafi’i bahwa seorang pelajar tidak akan memperoleh ilmu kecuali bila telah terpenuhinya enam hal, yaitu: kecerdasan, antusiasme (kesungguhan), kesabaran, bekal yang cukup, bimbingan guru, dan waktu yang lama.
Karena itulah, belajar tidak hanya dalam bentuk datang ke sekolah atau kampus kemudian mendengar dan mencatat semua yang disampaikan oleh guru, tetapi juga harus berusaha denagn sungguh-sungguh untuk mengembangkan pemikiran, pengetahuan, kepribadian, moralitas, dan profesionalitas.
5. Belajar dalam keadaan suci
Belajar adalah ibadah. Maka dari itu belajar harus diawali dengan mensucikan diri atau thaharah dan berwudhu supaya selama proses belajar terhindar dari godaan setan.
6. Menghormati guru
Bagi seorang pelajar adalah wajib menghormati dan menghargai guru-gurunya. Seorang guru di mata Allah adalah sosok yang sangat mulia dan mempunyai keudukan yang tinggi.
Para pelajar juga diharuskan untuk bersikap toleran. Hal ini dikarenakan, selama belajar akan dijumpai perbedaan pendapat dan pemikiran diantara para pelajar.

Sumber: http://www.pak-sodikin.com/etika-belajar/

Siapkah PNS ber-ETIKA ???

MENURUT Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) tercatat dalam dua bulan pada tahun ini terdapat 50 kasus pelanggaran oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Keputusan ini ditetapkan pada awal Maret lalu, demikian cuplikan berita online: ("PNS Bermasalah Tak Terima Gaji Mulai April"; Martin Bagya Kertiyasa, okezone.com).
Selanjutnya dalam berita tersebut, melansir keterangan yang diterbitkan BAPEK, Senin 11/3/2013 para PNS tersebut harus dinonaktifkan pada akhir bulan ini, karenanya pembayaran gaji tersebut juga harus dihentikan.
Berita lainnya di media online tersebut, tertulis: Sejak 2010, 265 PNS dipecat karena sering bolos. BAPEK, telah memberhentikan sebanyak 64 PNS yang berasal dari 25 Instansi Pusat, dan 39 Pemerintah Daerah. Dari jumlah tersebut 20 PNS diantaranya diberhentikan dengan tidak hormat (PDTH), ada yang diberhentikan atas permintaan sendiri.
Hasil sidang BAPEK, kali ini menambah panjang daftar pemecatan PNS. Data tiga tahun terakhir, dari tahun 2010-2012 BAPEK telah menjatuhkan sanksi kepada 627 PNS. Pada 2010 ada 166 PNS yang dijatuhi sanksi, tahun 2011 turun menjadi 89 orang, kemudian pada 2012 melonjak 322 PNS.
Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, tercatat PNS yang mendapatkan sanksi terbanyak akibat tidak masuk kerja. Dari 627 orang, yang dikenai sanksi data kurun waktu 2010-2012 sebanyak 511 orang diantaranya karena melakukan pelanggaran terhadap PP 53/2010. Paling banyak PNS yang tidak masuk kerja (TMK), yakni 265 orang. Ada juga yang melakukan pemalsuan dokumen, penipuan, narkotika, melakukan pungutan liar, perselingkuhan hingga menjadi calo CPNS.
Membaca pemberitaan di atas, kita patut prihatin dan mengelus dada. Seakan membenarkan anggapan masyarakat bahwa kinerja PNS memang rendah. Anggapan demikian, sebuah hal yang wajar dan tidak berlebihan walaupun terkadang membuat merah telinga seorang PNS, manakala masih terdengar ungkapan: "...PNS tuh tidak lebih dari tujuh kosong dua, artinya datang jam 07.00 untuk apel pagi, kemudian setelah apel pagi kosong (tidak bekerja, entah kemana ?) dan kemudian kembali jam 14.00 atau jam 02.00 siang kembali ke kantor untuk apel siang,..terus bubar dan pulang..."; Atau sedikit lebih kasar: " ...PNS tuh kerjanya cuma baca koran, ngobrol-ngobrol atau nge_gosip atau jalan2 didalam jam kerja,..dst...dst...".
Bagi sebagian besar PNS, tentu saja ungkapan masyarakat tersebut membuat mereka malu, gusar karena tentu saja hal itu hanya dilakukan oleh segelintir oknum PNS sementara masih banyak lagi PNS yang bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dan berdedikasi tinggi serta tidak mengenal lelah terkadang sering kali mereka bekerja over time alias lembur (dan tidak ada upah lembur, sekalipun) terkadang juga tidak menerima gaji, karena mereka masih PTT atau honorer yang mana untuk mendapatkan pembayaran honor saja mereka harus menunggu setelah 3 (tiga) bulan kemudian dengan pembayaran honor masih dibawah UMK (?).
Sulit dibayangkan, pernahkan kita mendengar tentang demo PNS menuntut honor yang kurang atau dibawah UMK, Sangat jarang terjadi, mengapa demikian. Itulah realitas yang melingkupi PNS, bagi PNS terkadang mereka dicerca namun sering juga mereka dicintai dan dirindukan. Sudah bukan rahasia lagi dibanyak daerah, banyak orang tua menginginkan anaknya bisa mendapatkan calon menantu yang berprofesi sebagai PNS.
Walaupun demikian, ada benarnya ketika dengan gencarnya pemberitaan media massa baik audio visual maupun elektronik yang memberitakan adanya oknum PNS yang kedapatan berperilaku tidak sesuai dengan etika sebagai seorang PNS. Apakah itu: "..sebagai tersangka korupsi,..atau kedapatan sebagai calo CPNS,...atau melakukan tindakan kekerasan antar sesama rekan kerja,...atau melakukan perselingkuhan ..atau menikah lagi tanpa seijin atasan,..atau melakukan pemalsuan dokumen,...atau membocorkan rahasia jabatan...dst..dst..".
Perilaku demikian, sungguh sangat disesalkan dan sungguh ironi, mengingat masih banyak warga masyarakat yang kurang beruntung atau masih mendambakan entah itu untuk dirinya sebagai pribadi atau anaknya atau keluarganya atau saudaranya yang menginginkan bisa dan dapat lolos seleksi CPNS baik ditingkatan pemerintahan daerah maupun di tingkatan pemerintahan pusat. Dengan kata lain, masih banyak lagi yang menginginkan masuk sebagai PNS, walaupun banyak orang men_cibir kinerja PNS.
Saat ini, tidak ada lagi kursi kosong alias tidak akan diketemukan dalam seleksi CPNS sebuah formasi untuk CPNS dari berbagai disiplin ilmu yang ada dan disediakan pasti saja lebih dari satu orang pelamar CPNS yang akan mengisi lowongan tersebut. Tidak akan ada lagi, klaim bahwa lulusan dari disiplin ilmu tertentu sebuah perguruan tinggi tidak pernah melamar sebagai CPNS, yang terjadi adalah dalam setiap peneriman CPNS satu kursi sebagai CPNS akan diikuti oleh puluhan ataupun ratusan bahkan ribuan orang pelamar CPNS (jumlah seluruh pelamar CPNS yang mengikuti seleksi CPNS).
Kembali pada tulisan diawal, sejatinya manakala seorang PNS memaknai diri sebagai seorang PNS yang bertanggung jawab, tentu saja yang bersangkutan akan terhindar dari perilaku yang menyimpang ataupun melanggar sumpahnya sebagai seorang PNS atau tidak melakukan pelanggaran Etika PNS. Tentu saja, sebagai seorang PNS yang baik dan benar sudah selayaknya harus bisa melakukan pem_maknaan diri terhadap jati diri seorang PNS atau dengan kata lain seorang PNS yang ber_Etika PNS.
PNS yang ber_Etika adalah PNS yang sejalan dengan tuntutan tugas pokok seorang PNS sebagaimana tercantum dalam UU No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian, khususnya pasal 3 bahwa tugas pokok seorang PNS: " Memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata, menyelenggarakan tugas Negara, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan menyelenggarakan tugas pembangunan".
Secara definisi PNS, adalah tidak akan jauh dari pengertian Pegawai Negeri sesuai UU No 43 Tahun 1999, yaitu: Pengawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan Negara atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Agar dapat menjalankan tugas pokok PNS sesuai UU No 43 Tahun 1999, sudah seharusnya seorang PNS mengetahui tentang adanya implementasi atas PP No 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, selain tentu saja melaksanakan kewajiban dan larangan seorang PNS sebagaimana PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Dasar pertimbangan dan sekaligus ditetapkannya PP No 42 Tahun 2004 adalah: bahwa PNS yang kuat, kompak, dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin serta sadar atas tanggungjawabnya sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat, dapat diwujudkan melalui pembinaan koorp Pegawai Negeri Sipil termasuk kode etiknya.
Yang dimaksud dengan Jiwa korp PNS adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerjasama, tanggungjawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi PNS dalam NKRI. Sementara Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan sehari-hari.
Untuk mewujudkan pembinaan jiwa korps PNS dan menjunjung tinggi kehormatan serta keteladanan sikap, tingkah laku dan perbuatan PNS dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup sehari-hari, kode etik dipandang merupakan landasan yang dapat mewujudkan hal tersebut.
Sebelumnya sebagai seorang PNS tentu perlu mengetahui pula, adanya nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh seorang PNS meliputi: a. ketaqwaan kepada Tuhan YME; b. kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945; c. semangat nasionalisme; d. mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan; e. ketaatan terhadap hukum dan peraturan per-undang undangan; f. penghormatan terhadap hak asasi manusia; g. tidak diskriminatif; h. profesionalisme, netralitas dan bermoral tinggi dan semangat jiwa korps.
Kode etik PNS sebagaimana PP No 42 Tahun 2004 khususnya dalam pasal 7 menegaskan bahwa: dalam melaksanakan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap PNS wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dari sesama PNS.
Untuk diketahui bahwa, Etika dalam bernegara meliputi: a. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan UUD 1945; b. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan Negara; c. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam NKRI; d. menaati semua peraturan perundang undangan yang berlaku dalam menjalankan tugas; e. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa; f tanggap, terbuka, jujur dan akurat serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program pemerintah; g. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif dan h. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar (PP 42/2004 pasal 8).
Kemudian, Etika dalam berorganisasi meliputi; a. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku; b. menjaga informasi yang bersifat rahasia; c. melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapakan oleh pejabat yang berwenang; d. membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi; e. menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan; f. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas; g. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja; h. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi; dan i. berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja (PP 42/2004 pasal 9).
Berikutnya, Etika dalam bermasyarakat meliputi: a. mewujudkan pola hidup sederhana; b. memberikan pelayanan dengan empati hormat dan santun tanpa pamrih dan tanpa unsure pemaksaan; c. memberikan pelayananan secara cepat, tepat, terbuka dan adil serta tidak diskriminatif; d. tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat; dan e. berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas (PP 42/2004 pasal 10).
Selanjutnya, Etika terhadap diri sendiri meliputi: a. jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar; b. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan; c. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan; d. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap; e. memiliki daya juang yang tinggi; f. memelihara kesehatan jasmani dan rohani; g. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga; dan h. berpenampilan sederhana, rapih dan sopan (PP 42/2004 pasal 11).
Akhirnya, Etika terhadap sesama PNS meliputi: a. saling mengormati sesama warga Negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan; b. memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama PNS; c. saling menghormati antara teman sejawat, baik secara vertical maupun horizontal dalam suatu unit kerja, instansi maupun antar instansi; d. menghargaai perbedaan pendapat; e. menjunjung tinggi harkat dan martabat PNS; f. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesame PNS; dan g. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua PNS dalam memperjuangkan hak-haknya (PP 42/2004 pasal 12).
Apabila memperhatikan dengan cermat dan teliti rincian dari pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 dari PP No 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, secara normative merupakan rambu rambu bagi seorang PNS untuk tidak berperilaku menyimpang atau melanggar ketentuan atau seorang PNS tetap dapat ber_Etika dengan baik dan benar sesuai norma2 tersebut, sehingga tuntutan tugas pokok seorang PNS sesuai UU No 43 Tahun 1999 khusunya pasal 3 dapat dilaksanakan.
Sehingga bagi seorang PNS, sepanjang bisa memahami dan menjalankan pedoman sebagaimana tertuang dalam Kode Etik PNS sudah barang tentu segala peilaku menyimpang dan tidak sejalan dengan jiwa dan semangat PP No 42 Tahun 2004 akan terhindar dengan sendirinya. Ada kata kata bijak: " ...sebagai PNS harus total,...sudah teken kontrak sebagai PNS tentu saja harus SIAP...dengan segala resikonya...".
Last but Not Least, Siapkah PNS Ber_Etika ?

Sumber: http://www.bkdiklat.cirebonkota.go.id/index.php/artikel/11-siapkah-pns-ber-etika

Pelayanan Publik

Pengertian Kualitas
Tjiptono (1996:51) mengemukakan bahwa secara spesifik tidak ada definisi mengenai kualitas layanan yang diterima, namun secara universal, dari definisi yang ada terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :

1.    Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2.    Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.

Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap berkualitas menjadi kurang berkualitas pada masa mendatang). 

Pengertian Layanan Publik
Sesungguhnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (publik service). Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik itu merupakan layanan civil maupun layanan publik. Artinya kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak. Ia melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), dan dilakukan secara universal. 

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Moenir (1998:41) bahwa “hak atas pelayanan itu sifatnya sudah universal, berlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu, dan oleh organisasi apa pun juga yang tugasnya menyelenggarakan pelayanan.” Tugas pemerintah adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat, menurut Thoha (1995:4) bahwa :Tugas pelayan lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, memperisngkat waktu proses pelaksanaan urusan publik. Sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kepada kekuasan atau power yang melekat pada posisi jabatan birokrasi


Beberapa pakar dan teoritisi administrasi berpendapat bahwa peranan pemerintah harus terfokuskan pada upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat selain pemberdayaan dan pembangunan. Tugas pokok pemerintahan modern menurut Rasyid (1997, 11) pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat, dengan kata lain, ia tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi tercapainya tujuan bersama.

Seiring dengan dinamika dan kompleksnya tuntutan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah tidak lagi dapat mengklaim dirinya sebagai satu-satunya sumber kekuasaan yang absah. Paradigma pemerintah sebagai a governing process ditandai oleh praktek pemerintahan yang berdasarkan pada konsensus-konsensus etis antara pemimpin dengan masyarakat. Pemerintahan dijalankan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang terbentuk melalui diskusi dan diskursus yang berlangsung dalam ruang publik. Kedaulatan rakyat sebagai sebuah konsep dasar tentang kekuasaan telah menemukan bentuknya disini (ibid, 20). Dalam konteks ini, penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publiktidak semata-mata didasarkan pada pemerintah, tetapi dituntut adanya keterlibatan seluruh elemen, baik intern birokrasi, maupun masyarakat dan pihak swasta. Pemikiran tersebut hanya akan terwujud manakala pemerintah didekatkan dengan yang diperintah, atau dengan kata lain terjadi desentralisasi dan otonomi daerah. 

Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan, adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintah pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik (lokal democrasi) di pemerintah daerah (Utomo, 2002). Pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam wujud “Otonomi Daerah” yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah.

Otonomi Daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang digulirkan oleh Pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penerapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan akan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia. Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian dari dinamika yang harus direspons dalam kerangka proses demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal.
tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban didalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar. pemerintahan modern pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama.

dalam ilmu pemerintahan, ndraha (2000:7) mengemukakan bahwa: sebagai unit kerja publik, pemerintah bekerja guna memenuhi (memproduksi, mentransfer, mendistribusikan) dan melindungi kebutuhan, kepentingan dan tuntutan pihak yang diperintah sebagai konsumer dan sovereign, akan jasa-publik dan layanan civil, dalam hubungan pemerintahan.
 

dengan demikian, masyarakat sebagai konsumer produk-produk pemerintahan berhadapan dengan pemerintah sebagai produser dan distributor dalam posisi sejajar, yang satu tidak berada dibawah yang lain. oleh karena itu posisi yang diperintah sebagai konsumer erat sekali berkaitan dengan posisi sovereign. melalui posisi sebagai sovereign, masyarakat memesan, mengamanatkan, menuntut dan mengontrol pemerintah, sehingga jasa publik dan layanan civil bisa dirasakan oleh setiap orang pada saat dibutuhkan dalam jumlah dan mutu yang memadai.

lebih lanjut ndraha (1999:58) mengemukakan bahwa : public dalam public policy yang menjadi dasar bagi pelayanan-publik adalah hal yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. berbeda dengan jasa-pasar yang dapat dijual-belikan menurut mekanisme pasar (misalnya jasa bank, jasa swasta, jasa dokter), jasa publik (produk yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, dari masyarakat lapisan bawah, seperti air minum, jalan raya, listrik, telkom, proses produksinya disebut pelayanan-publik) diproduksi dan dijual-belikan dibawah kontrol pemerintah.

untuk mengetahui ukuran yang dipertimbangkan publik dalam menilai kualitas pelayanan, rene t. domingo dalam triguno (1999:77) mengemukakan bahwa “ dimensi kualitas pelayanan dapat dikur melalui waktu, ketepatan, kehormatan, kepekaan, kelengkapan, kesiapan, kenyamanan dan lingkungan ”.
 

sedangkan gaspersz dalam lukman (1998:8) mengemukakan dimensi kualitas pelayanan meliputi :
1. ketepatan waktu pelayanan
2. akurasi pelayanan
3. kesopanan, keramahan dalam memberikan pelayanan
4. tanggung jawab
5. kelengkapan
6. kemudahan mendapatkan pelayanan
7. variasi model pelayanan
8. pelayanan pribadi
9. kenyamanan dalam memperoleh pelayanan dan
10. atribut pendukung pelayanan lainnya.

bahwa terdapat perbedaan antara pelayanan dengan layanan, sebagaimana dijelaskan ndraha (1998:6) “ pelayanan (proses) meliputi input, proses, output dan outcome sedangkan layanan (output) hanya mencakup output dan outcome saja”. berdasarkan pemahaman tersebut, maka dalam penelitian ini yang menjadi fokus kajian adalah outputnya saja (layanan).

pelayanan kepada masyarakat merupakan suatu bentuk interaksi atau hubungan antara penyedia layanan dan penerima layanan. dengan kata lain dalam hubungan pemerintahan terkandung makna adanya organisasi yang memerintah dan masyarakat yang diperintah.
 

birokrasi merupakan organisasi atau unit kerja publik yang berfungsi sebagai provider layanan. konsep birokrasi yang banyak diterima sampai sekarang adalah teori yang dikembangkan oleh max weber yang mendefinisikan karakteristik suatu organisasi yang memaksimumkan stabilitas dan untuk mengendalikan anggota organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama.

sebagaimana dikemukan gibson, et, al, (1989:391) bahwa : birokrasi (berdasarkan konsep weber) lebih unggul dari setiap bentuk apapun juga dalam hal ketepatan stabilitas, disiplin dan kepercayaan. sehingga birokrasi memungkinkan untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas.

tipe ideal birokrasi yang digambarkan weber tersebut dirangkum oleh martin albrow dalam warwick (1975:4) pada empat ciri utama, yaitu :
1#
adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi (a hierarchical structure involving delegation of authority from the top to the bottom of an organization)
2#
adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang tegas (a series of official positions or offices, each having prescribed duties and responsibilities)
3#
adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi dan standar-standar formal yang mengatur tata kerja organisasi dan tingkah laku para anggotanya (formal rules, regulations and standards governing operations of the organization and behavior of its members)
4#
adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karir, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan (technically qualified personel employed an a career basis, with promotion based on qualifications and performance)

pemahaman yang sama dikemukakan oleh moorhead dan griffin (1992:585) bahwa : birokrasi adalah struktur organisasi yang diperkenalkan oleh weber dengan karakteristik adanya hirarki wewenang, sistem prosedur, peraturan, dan pembagian kerja. konsep birokrasi yang dikemukakan weber pada dasarnya mencakup logika, rasionalitas, dan efisiensi, karena merupakan suatu pendekatan yang paling efisien.

sedang benveniste (1987:6) mendefinisikan : birokrasi sebagai suatu organisasi besar dimana peraturan-peraturan dan rutinitas digunakan secara berlebihan, disamping juga terlalu tingginya tingkat hirarki, sehingga karyawan diarahkan menangani pekerjaan yang terspesialisasi dan dilakukan berulang-ulang, disamping juga organisasi dibagi ke dalam unit-unit kecil sehingga struktur organisasi menjadi kompleks dengan pembuatan keputusan yang berkepanjangan.

selanjutnya thoha (1995:181) menjelaskan bahwa “ kualitas layanan sangat tergantung pada bagaimana pelayanan itu diberikan oleh anggota dan sistem yang dipakai dalam organisasi”. artinya aktivitas organisasi adalah aktivitas orang-orang, sedangkan orang atau manusia adalah unsur utama dalam setiap organisasi. sebagaimana dikemukakan winardi (1989:1) bahwa : organisasi-organisasi di bentuk oleh manusia untuk mencapai tujuan atau sasaran-sasaran tertentu, dan oleh karena komponen pokok organisasi adalah manusia maka sebenarnya perilaku organisasi tidak lain dari perilaku manusia di dalam organisasi yang bersangkutan.

berkenaan dengan konsep perilaku tersebut ndraha (1999:65) menjelaskan bahwa perilaku adalah : operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi atau organisasi), sementara sikap adalah operasionalisasi dan aktualisasi pendirian.
 

hal yang sama dikemukakan pula oleh paramita (1985:10) dalam penelitiannya mengenai struktur organisasi di indonesia, bahwa : posisi semua dimensi struktur organisasi tertentu akan berbentuk gambaran strukturnya, sehingga mungkin untuk memberi ciri pada organisasi berdasarkan gambaran strukturnya dan aktivitas anggotanya.

untuk itu terdapat beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat perilaku birokrasi suatu organisasi, sebagaimana gibson, et, al, (1989:340) mengemukakan bahwa : walaupun sulit untuk mendapatkan pemahaman yang universal tentang dimensi struktural organisasi, namun ada beberapa dimensi yang selalu mencul dari beberapa pengertian birokrasi suatu organisasi, yaitu formalisasi, sentralisasi dan kompleksitas.

menurut ndraha (1989:63) “laku yang rasional disebut aktivitas, dan aktivitas mempengaruhi, baik produktivitas maupun kualitas hidup manusia yang bersangkutan”. oleh karena satuan perilaku yang utama adalah aktivitas, maka perilaku birokrasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap aparatus yang tampak dalam aktivitas pekerjaannya.

Sumber: http://tentangpelayananpublik.blogspot.com/2012/06/tugas-pokok-pemerintahan-modern.html

Etika Kepemimpinan

Berangkat dari kasus Bupati Garut Aceng Fikri yang tentu saja masih segar dalam ingatan kita sekalian, bahwa untuk pertama kalinya di Indonesia kasus pemakzulan (impeachment) pada pimpina eksekutif daerah terjadi bukan karena adanya tuntutan dalam permasalahan kebijakan ekonomi atau politik, tetapi lebih karena dorongan publik yang begitu besar terhadap permasalahan etika, dan moralitas Aceng Fikri sebagai pribadi yang juga berimpitan dengan posisinya sebagai pejabat publik.

Pada kasus ini Mahkamah Agung mengabulkan permohonan dari DPRD Garut dengan argumen bahwa posisi sang Aceng Fikri sebagai kepala daerah tak dapat dipisahkan dalam kapasitasnya sebagai pribadi, artinya jabatan Bupati yang diemban oleh Aceng melekat pada tindak tanduk yang dilakukannya baik itu atas nama pribadi maupun institusi. Jadi keputusannya untuk menikahi anak gadis berumur 18 tahun secara sirih lalu dengan ringannya kemudian ia menceraikan gadis tersebut melalui sebuah pesan singkat dari hape, membuat publik menjadi berang.
Pemimpin adalah sumber inspirasi
Oleh karena itu benarlah apa yang disampaikan Greetz bahwa secara general pemimpin itu dipersyaratkan memiliki kepadatan moral, karena setiap pemimpin adalah examply center, pusat percontohan. Oleh karena itu kepemimpinan yang tidak dapat mengaktualisasikan dengan tata nilai moral dan etika yang secara umum diyakini dan hidup ditengah masyarakat sekitar, maka jangankan menjadi suri tauladan, justru dia hanya akan menjema menjadi parasit yang akan menggerogoti dan mengancam keberlangsungan pemerintahan, dan saat itu erjadi siap-siap saja dilengserkan dari tampuk kekuasaan.

Etika kepemimpinan pemerintahan dapat kita maknai sebagai implementasi kepemimpinan pemerintahan yang mempedomani nilai-nilai pemerintahan, dalam konteks kepemimpinan nasional tentu saja  nilai itu terkristalisasi dalam Pancasila dan UUD 1945, dan dalam lingkup lokal, kearifan budaya dan tata nilai masyarakat setempat juga harus terakomodir dan teraktualisasikan dengan baik didalamnya.

sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Greetz bahwa pemimpin adalah examply center, pemimpin memegang peran sentral dalam menetukan arah, corak dan dinamika yang terjadi dalam suatu organisasi. Sederhananya begini kita dapat mengibaratkan pemerintahan yang merupakan institusi netral sebagai gandum, ia  berbentuk, nyata, tetapi masih netral tidak berasa, dan pemimpin sebagai koki yang memiliki keleluasaan untuk dapat memberikan perasa tambahan pahit ataupun manis, pemimpin secara terbuka berpeluang untuk berbuat baik atau sebaliknya. Apabila pemerintah dikelola oleh pemimpin yang memegang etika kepemimpinan pemerintahan, maka rakyat akan menerimanya sebagai rahmat (Rasyid, 2001:422).

Pemimpin yang beretika tidak akan pernah punya niat untuk menyingkirkan bakat – bakat hebat yang menjanjikan masadepan cerah. Dia akan mengilhami semua orang dengan motivasi dan keteladanan untuk mampu mencapai keunggulan, dan menstimulasi semua orang untuk berpikir positif dan bekerja efektif.  Dia tidak akan dengan gampangnya memutasi serta menonjobkan pegawai berpotensi yang ada dibawahnya hanya karena dendam politik semata, atau sekedar bagi-bagi kado kemengan Pilkada, memuaskan syahwat kekuasaannya saja.

Pemimpin beretika akan menjadi pemandu bakat dan potensi yang andal bagi para bawahan. Dia seorang pemimpin yang mementingkan etika sebagai landasan membangun sistem dan kultur kerja organisasi pemerintahan. Dia bukan seorang yang menjadikan sistem dan kultur organisasi untuk kepentingan sempit dirinya sendiri, atau sekedar memuaskan hasrat haus kekuasaannya semata, tetapi dia seorang pemimpin yang berperan sebagai penunjuk jalan yang baik bagi semua orang yang dipimpinnya.

Pemimpin pemerintahan dalam melaksanakan tugas, fungsi dan dalam berperilaku, perlu memahami dan mengimplementasikan makna dari etika. Pemahaman akan etika kepemimpinan pemerintahan merupakan landasan berpijak yang penting dalam melaksanakan pola-pola kerja, baik yang bersifat hirakis formal maupun yang non formal, sehingga terjalin kerjasama yang harmonis, yang mengantarkan kepada semangat akan kesadaran untuk melaksanakan pengabdian kepada bangsa dan negara dan tulus dan ikhlas.

Sebenarnya kita beruntung terlahir di Indonesia, negri dimana kearifan timur dan filsfat barat bisa bersenyawa. Kita sebenarnya tidak perlu kesulitan untuk menentukan bagaimana pedoman etika yang baik dalam memimpin, toh kita bukan masyrakat yang miskin perdaban dan tata nilai sosial.

Mungkin masi terbayang dibenak kita peristiwa pelantikan Bupati Mesuji yang dilakukan di Lembaga Kemasyarakatan oleh Gubernur Lampung 2012 silam, atau baru-baru ini Presiden kita memutuskan turun gunung merangkap jabatan sebagai ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai-nya (Demokrat). Dalam konteks hukum positif tentu saja kita tidak menemukan secarik ayat pun yang secara tegas melarang hal itu terjadi, tetapi dalam konteks etika publik, maupun etika pemerintahan apakah hal tersebut patut untuk dilakukan?

Memang etika bukanlah hukum positif, dan etika pun tidak perlu diformalkan, akan tetapi alangkah arifnya kita sebagai bangsa untuk mau duduk menghimpun kearifan etika dan nilai dari penjur tanah air untuk dapat kita jadikan sebagai Code of Conduct dalam menjalankan pemerintahan. Sehingga jelas aturan mainnya, faham kita tolak ukurnya, jadi tidak perlu lagi gamang dan meraba-raba.

Dengan sistem pemerintahan presidensil, dimana kekuasaan eksekutif lebih dominan, bisa menjadi bahaya laten jika permasalahan etika ini tidak kita selesaikan dengan baik, dimana kekuasaan legitimate yang dipegang oleh pimpinan eksekutif dapat saja ia gunakan menjadi alat pemuas syahwat kekuasaan dengan memanfaatkan celah-celah yang ada pada hukum positif kita.

Jika hal itu terus-terusan terjadi, maka sistem pemerintahan sebagai suatu rangakian yang padu akan terhambat geraknya, bukankah kekuatan suatu rantai teretak pada mata rantai yang paling lemah, jika sub-sub sitem pemerintahan kita sudah kuat akan tetapi etika pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan pemerintahannya bermasalah, maka cepat atau lambat rangakaian rantai itu akan dan pasti terputus, terhambur, dan tidak berguna lagi jika tidak segera diperbaiki. Kalau ini sudah terjadi kita semualah yang bakal memikul akibatnya.


Etika Profesi

PENGERTIAN PROFESI
Profesi sendiri berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
PENGERTIAN ETIKA PROFESI
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.
Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.
Etika Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dan sebagainya.
Etika profesi Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).
Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama, (Anang Usman, SH., MSi.)
Prinsip dasar di dalam etika profesi :
1. Tanggung jawab
 - Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan.
3. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
4. Prinsip Kompetensi,melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan
5. Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi
6. Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi

Sumber :
Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi, Edisi 5. Penerbit Salemba Empat


Etika Bisnis

Pengertian Etika, Etika Bisnis dan contohnya
 Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos yg berarti : kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
*Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) etika adalah “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”
* Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR  "etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. "
*Menurut Magnis Suseno, "Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran.Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas".

contoh-contoh etika dlm kehidupan sehari-hari,yaitu :
1. Jujur tidak berbohong
2. Bersikap Dewasa tidak kekanak-kanakan
3. Lapang dada dalam berkomunikasi
4. Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik
5. Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
6. Tidak mudah emosi / emosional
7. Berinisiatif sebagai pembuka dialog
8. Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
9. Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
10. Bertingkah laku yang baik 
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.



Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan  bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Contoh kasus etika bisnis:
1. Sebuah perusahaan pengembang di Lampung membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah pabrik. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada pihak perusahaan kontraktor tersebut. Dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor menyesuaikan spesifikasi bangunan pabrik yang telah dijanjikan. Sehingga bangunan pabrik tersebut tahan lama dan tidak mengalami kerusakan. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor telah mematuhi prinsip kejujuran karena telah memenuhi spesifikasi bangunan yang telah mereka musyawarahkan bersama pihak pengembang.
2. Sebuah Yayasan Maju Selalu menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp.500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,sehingga setelah diterima,mereka harus membayarnya. Kemudian pihak sekolah memberikan informasi ini kepada wali murid bahwa pungutan tersebut digunakan untuk biaya pembuatan seragam sekolah yang akan dipakai oleh semua murid pada setiap hari rabu-kamis. Dalam kasus ini Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan mengikuti transparasi.
3. Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001. 

Berdasarkan referensi-referensi dan contoh diatas. saya sependapat etika bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah yang harus dipelajari oleh semua perilaku bisnis. karena menurut saya dalam berbisnis sangat penting untuk beretika dan melakukan persaingan yang sehat antar pelaku bisnis. kita dapat melihat di contoh diatas pelaku bisnis yang menggunakan etika dalam berbisnis akan mengikuti transparansi, kejujuran, dan nilai-nilai moral yang baik. sedangkan pada contoh ketiga ialah contoh kasus yang melakukan penipuan dan penyesatan. sangat tidak bagus dan merusak nama dan citra perusahaan.

oleh karena itu, sekali lagi menurut saya Etika Bisnis sangat diperlukan bagi semua pelaku bisnis.
Dan pendapat saya tentan etika adalah : sikap seseorang dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas dalam kehidupan sehari-hari menurut ukuran dan berperilaku yang baik.

referensi:


Know my Value




Perkembangan Kepribadian

Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik. Erikson mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang bipolar:

1.  Masa bayi (infancy)
2.  Masa kanak-kanak awal (early childhood)
3.  Masa pra sekolah (Preschool Age)
4.  Masa Sekolah (School Age)
5.  Masa Remaja (adolescence)
6.  Masa Dewasa Awal (Young adulthood)
7.  Masa Dewasa (Adulthood)
8.  Masa hari tua (Senescence)

Kebribadian terbentuk dari kita kecil,sifat jahat buruknya kita disaat dewasa itu terjadi pada saat masa sekolah,jadi biasanya masa sekolah adalah masa yang nomer 2 terpenting setelah masa anak – anak. Biasanya kalau ada orang berlaku jahat tapi masa kecilnya tertanamkan hal yang baik,biasanya itu terjadi karena masa sekolah yang kelam.


Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan yang sama, walaupun seperti itu, tidak ada yang mimiliki kepribadian yang sama. dikarenakan manusia memiliki pengalaman hidupnya masing-masing, dari pengalaman itulah akan terbentuk nilai kepribadian.

disini saya akan menuliskan nilai-nilai dan gambaran umum mengenai diri saya "Ahmad Firdaus Marga"

1. Kejujuran

Kejujuran bukan hanya sekedar dari ucapan, tapi dari tindakan yang kita lakukan. kejujuran sangatlah penting dalam hidud, karena akan mempengaruhi pandangan orang-orang terhadap diri kita. dan nilai kejujuran ini sangat sata terpkan pada diri saya, karena menurut saya kebohongan adalah perbuatan yang sia-sia, lakukan dan ucapkanlah apa adanya, karena kita tidak akan mengalami kerugian apabila berprilaku jujur.

2. Serius/konsentrasi

keseriusan sangatlah penting dalam melakukan sesuatu, dalam diri saya sikap serius hampir selalu saya terapkan apabila saya melakukan sesuatu, walaupun tidak semua tindakan, dan juga apabila saya telah serius terhadap sesuatu dan apabila ada sesuatu yang mengganggu saya yang menyebabkan konsentrasi saya kacau, saya akan sangat marah, dikarenakan saya sangat tidak suka diganggu apabila sedang konsentrasi.

3. Easy Going

dalam diri saya sangat suka mencari teman-teman baru, dikarenakan saya tidak suka apabila harus berteman hanya dengan segelintir orang saja. arena apabila kita memiliki banyak teman, banyak manfaat yang akan kita dapatkan, mulai dari pertolongan dan juga pembentukan sikap kita. kita akan mengenal banyak orang yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda itu juga menyebakan kita harus bertindak hal berbeda terhadap setiap orang, secara tidak langsung itu akan melatih kita dalam bersosialisari terhadap orang/bagaimana kita harus menghadapi orang-orang di tempat yang baru saja kita datangi, secara tidak langsung kita akan mempelajari etika dan etiket terhadap orang lain.

4. Menolong

Saya sangat suka menolong orang lain, baik dipinta maupun tidak. karena suatu saat kita tidak akan mengetahui apakan kita akan membutuhkan pertolongan juga. menurut saya ketika kita menolong orang kita akan mempunyai rasa kepuasan tersendiri terhadap diri kita dan juga kebahagaiaan tersendiri yang akan kita dapat, itulah yang saya rasakan ketika menolong orang, dan karena itulah saya sangat suka menolong

- Copyright © Exercise - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -